Wednesday, December 22, 2021

Aku dan jiwaku

  Aku dan jiwaku adalah dua elemen yang tidak pernah bisa kompak. Payah sekali dan itu harus kuakui. Aku dan jiwaku selalu berbeda arah semenjak keadaan keluargaku tidak pernah tenang. Jikwaku selalu sibuk memikirkan kejadian menyebalkan yang terjadi di rumah padahal pada waktu yang bersamaan aku sedang di sekolah menerima pelajaran. Ketika mendengarkan musik pun juga seperti itu. Jiwaku sibuk memutar kembali suara-suara pertengkaran di dalam rumah tetapi telingaku mendengar lagu. Ketika makan apa lagi, mulutku sedang mengunyah nasi sedangkan pikiranku sedang memuntahkan kemarahan, kekacauan, keresahan, dan perasaan tidak enak lainnya setelah mendengar betapa kacaunya kondisi dalam rumahku. Pun juga ketika menyetir sepeda motor, mataku menatap jalan raya tetapi mata hatiku terpejam membayangkan betapa indahnya mempunyai keluarga yang terbuka dan harmonis seperti dalam novel yang pernah kubaca.

Memang sudah bertahun-tahun aku menderita karena kondisi di dalam keluargaku. Aku pernah merasakan betapa kacaunya pikiranku. Aku juga hampir melakukan hal bodoh. Tapi Allah cukup tau keadaan hambanya hingga aku di kenalkan pada sebuah seni yang membantuku untuk kuat menjalani hidup. Sejak itulah aku sangat suka dengan yang namanya seni lukis dan seni musik. Suatu waktu aku juga pernah meninggalkan kedua seni itu. Alhasil aku kambuh lagi menjadi seseorang yang pendiam dan pemurung. Hampir saja aku lenyap dari dunia ini dengan hal bodoh yang saat itu ingin aku lakukan. Tapi lagi-lagi Yang Maha Baik memperkenalkanku kepada seni yang  amat baru dalam hidupku yaitu buku. Dulu entah bagaimana ceritanya ketika aku ingin menghilang dari dunia ini dengan cara yang bodoh, tiba-tiba tanganku meraih buku yang ada di kolong bawah tempat tidur dan membacanya. Mungkin ini salah satu misteri yang ada dalam hidupku. Aku benar-benar tidak tahu sebabnya karena di dalam buku itu menjelaskan bagaimana repotnya meninggal dengan cara yang tidak wajar dan betapa mengerikannya kehidupan setelahnya. Aku merenungkannya sampai aku terlelap. Sejak kejadian itu aku menjadi sering menghabiskan waktu di depan buku. Selain itu selalu berusaha menyisihkan uang agar bisa membeli buku setiap sebulan sekali.

Sekarang di usiaku yang ke-26 ini, aku bersama dengan jiwaku sudah bisa perlahan untuk kompak. Aku sudah bisa fokus dalam melakukan sesuatu tanpa memikirkan hal lainnya. Tapi kadang-kadang aku juga masih sering menjadi pemurung dan pendiam, mungkin itu adalah bagian hidupku sebagai manusia biasa. Yang perlu kulakukan adalah menerima kondisi keluarga ku yang jauh dari kata sempurna ini dengan lapang dada seluas lapangan bola. Dan jika kekacauan itu terjadi sudah seharusnya aku beristigfar karena hanya Allah lah yang bisa menolongku. Dialah yang Maha Kuasa hingga membuatku bisa hidup sampai usia sekarang. Semoga setelah menulis ini aku bisa mengubah sudut pandang dan cara berpikirku tentang sebuah keluarga yang tak sempurna. Bersabar dan menerima adalah hal terbaik bagiku daripada terjebak dalam angan yang menyebabkan tidak kompaknya aku dan jiwaku.

No comments:

Post a Comment